Ligapoker


Selamat Datang Di Situs Cerita Dewasa, Cerita Sange, Cerita Sex, Cerita Panas Terpopuler dan Terupdate

Cerita Sex - Kuperkosa Anak Temanku Yang Polos Bernama Andini


Cerita Sex - Aku ingat Andini waktu dia masih kecil, Dia anak temanku yang paling kecil, Andini benar-benar membuat hatiku tidak karuan, dengan rambut sebahu, hitam legam ikal. Umurnya Andini sekitar 15 atau 16 tahun sekarang, dan wajahnya yang baby face membuatnya seperti tak berdosa. Ketika melihat Andini untuk yang kesekian kalinya, aku bersumpah kalau aku harus berhasil tidur bersamanya sebelum aku pergi dari kota ini. Dan aku sudah menjalankan rencanaku.

Aku main ke rumah Andini bekali-kali, sepanjang siang dan malam sampai aku telepon untuk mengetahui kapan Andini ada sendirian dan kapan orang tuanya ada. Dan pada waktu malam aku memutuskan untuk masuk ke rumah Andini aku sudah memastikan bahwa orang tua Andini sudah tidur dan Andini ada di kamar tidurnya. Rencanaku akan kuperkosa Andini sementara orang tuanya tidur di kamar mereka.

Tubuhku kaku karena tegang, waktu aku buka jendela belakang rumahnya Andini pakai linggis. Suara jendela yang terdongkel terdengar seperti letusan membuatku jantungan yang harus diam dan tidak bergerak selama setengah jam menunggu apakah ada penghuni rumah yang terbangun. Untung saja semuanya masih dalam keadaan terkendali, dan aku memutuskan untuk masuk kedalam. Tubuhku sekarang sangat gemetar. Setiap langkah - langkahku seperti membuat seluruh rumah berderit dan aku siap meloncat melarikan diri. Tapi waktu aku sampai di depan kamar tidur Andini rumah itu masih gelap dan sunyi senyap.

Aku buka pintu kamar dan masuk sambil menutupnya kembali. Aku seperti bisa mendengar jantungku yang berdetak sangat kencang sekali. Aku belum pernah setakut ini seumur hidupku. Tapi bagian yang paling susah sudah berhasil aku lampaui dengan mulus. Kamar tidur orang tua Andini ada di lantai dasar. Aku berdiri di samping ranjang Andini memilih langkah selanjutnya. Perlahan penisku mulai menegang sampai akhirnya besar dan tegang sampai ngilu sekali. Mata Andini terbuka menatapku tidak bisa bernafas. Aku berada di sebelah ranjangnya dan mencekik lehernya Andini, sementara tangan kiriku mengcungkan belati di depan wajahnya.

Diem lo.... Jangan bergerak dan jangan bersuara atau lo akan mati. Aku dengar nada suaraku yang lain sekali dari biasanya. Kedengarannya bengis dan kejam banget.
Andini tetap terlihat cantik. Umurnya lima belas tahun. Dia terbatuk-batuk karena cekikanku.

Kalau aku lepasin tanganku dari leher, lo berguling tengkurap dan jangan berisik atau aku potong leher kamu. Aku tentu tidak bermaksud akan membunuh dia, tapi paling tidak itu berhasil membuat Andini ketakutan. Andini langsung menurut dan segera kuikat tubuhnya dengan kain, menutup mulutnya dengan plester, dan mengikat pergelangan tangannya di belakang menggunakan kain.

Selimut yang menutupi tubuh Andini sekarang sudah ada di lantai, dan aku bisa melihat jelas gadis yang lagi tengkurap di depanku itu. Tubuh Andini yang langsing serta mungil dan baju tidur yang dipakainya terangkat ke atas membuatku bisa melihat kakinya yang putih dan betapa mulus. Ereksiku sudah maksimal dan aku sudah tidak tahan sakitnya di dalam celanaku menyembul didorong oleh penisku yang besar, dan bersentuhan dengan pantat Andini yang mungil itu. Aku menindih Andini dan bergoyang-goyang membuat penisku bergesekan dengan pantat Andini dan dengan tanganku yang bebas kuraba bagian dada Andini yang masih ditutup oleh dasternya itu. Buah dada Andini masih mengkel yang membuat birahiku semakin naik. Mulutku bersentuhan dengan telinga Andini.
Lo benar-benar sempurna. Tapi tetap diam dan aku akan pergi sebentar dahulu.

Mata Andini terpejam seakan-akan telah tertidur kembali. Aku lepaskan celana trainingku dan celana dalamku sampai ke kakiku tapi belum aku melepaskannya dari badanku, sambil menatap bagian belakang tubuh Andini yang indah itu. Kaki Andini yang terkangkang membuat nafasku tak beraturan, dan dasternya tidak bisa lagi menutupi pantatnya yang ditutupi celana dalam putih. Dan tangannya yang terikat erat benar-benar membuat Andini sempurna buatku.

Aku buka kaki Andini tanpa perlawanan, dan membenamkan wajahku, yang membuat Andini mengeluarkan erangan untuk pertama kalinya. Aku benamkan wajahku ke selangkangannya Andini, menikmati wangi tubuhnya Andini, yang terus mengerang ketakutan. Selanjutnya aku raba-raba vaginanya yang masiih tertutup celana dalamnya dan akhirnya aku menusuk-nusuk dengan jariku. Ini membuat erangan Andini makin keras sehingga aku harus mengancamnya lagi dengan belatiku agar tidak jerit. Kemudian kulihat Andini sangat gemetaran dan kelihatan mulai menangis.

Celana dalamnya lembab, dan aku jadi berpikir mungkin Andini mulai terangsang oleh jariku.
Lo suka Andini? Hei, kamu suka tidak? Andini hanya menangis. Aku terus meraba vaginanya, sampai aku tidak tahan lagi, dan langsung kutarik celana dalam Andini sampai lepas ke bawah.

Aku semakin mencium bau aroma tubuh Andini dan aku mulai gila. Aku balik badannya, karena aku tahu lebih mudah ngerjain Andini lewat depan langsung. Andini berbaring tidak nyaman dan telentang dengan tangan terikat ke belakang, Aku telanjangi mulai dari pinggang ke bawah, rambut kemaluannya yang masih tipis terlihat sangat jelas. Lalu Andini menatap mataku, air mata membuat pipi Andini berkilat tertimpa cahaya lampu kamarnya. Aku tidak begitu suka lihat tatap mata Andini, aku jadi berpikir untuk bikin dia tengkurap lagi begitu penisku sudah masuk ke vaginanya. Aku menempatkan tubuhku, aku menyuruh andini beberapa kali untuk membuka kakinya lebih lebar, seperti dokter gigi, Ayo lebih lebar sayang, loh kok segitu, lebih lebar lagi, bagus anak manis.., Aku ingin tahu dia masih perawan atau tidak. Andini tidak meronta-ronta, soalnya aku masih pegang belatiku, tapi terus menangis tersedu-sedu, dan mengerang-erang, berusaha ingin mengatakan sesuatu kepadaku. DominoQQ

Lo masih perawan tidak Andini? Masih? Masih apa tidak.
Andini terus menangis. Aku angkat dasternya ke atas lagi. Di depan Andini agak rata, buah dadanya hanya sekepal dengan puting susu yang mengeras. Aku pikir itu karena udara dingin, tapi mungkin juga bagian dari tubuh Andini yang emang terangsang.
Bukan gitu sayang, lo musti buka lebih lebar lagi..

Aku tekan penisku di belahan vaginanya yang masih mungil. Terasa basah. Kutarik lagi penisku dan kumasukkan jariku, dan merasakan jepitan vagina Andini yang hangat yang membuat penisku ingin merasakannya juga. Aku gerakkan penisku maju mundur beberapa kali dan mengarahkan penisku lagi, tegang seperti tongkat kayu.
Buka lagi manis. Lo benar-benar cantik. Aku cuma mau perkosa kamu terus pergi.

Aku harus mendorong, bergoyang, berputar, dan akhirnya mengangkat kedua kaki Andini ke atas sebelum aku berhasil mendorong kepala penisku masuk ke vagina Andini. Aku lihat lagi buah dada Andini dengan putingnya yang mencuat ke atas, mata yang memohon dan meratap dengan air mata dan aku dorong penisku masuk ke vagina mungil milik gadis berumur lima belas tahun itu dengan seluruh tenagaku. Andini menjerit, diredam oleh plester, membuatku makin semangat. Vaginanya sempit sekali seperti menggenggam penisku. Dia ternyata tidak basah sama sekali. Aku perkosa dia dengan kasar, seakan-akan aku ingin membuatnya mati dengan penisku, berusaha membuat Andini menjerit serta aku menghentak masuk. Andini semakin histeris sekarang.

Keadaanku sudah 100 persen dikuasai birahi, dan sekarang aku memusatkan perhatian untuk menyakiti Andini, dan aku tidak punya lagi rasa kasihan buat Andini. Aku terus menghentak-hentak di atas tubuh Andini, dengan kecepatan yang brutal, dan tubuhnya yang mungil terbanting-banting karena gerakanku. Aku merasa aku seperti merobek vagina Andini dengan penisku, dan membuatku makin terangsang, mendorongku bergerak makin brutal. Di sela-sela gerakanku, aku jatuhkan belatiku dan kulepaskan celanaku yang membuat tanganku bebas menggunakan tubuh Andini. Aku kesetanan merasakan tubuh Andini, aku meremas setiap bagian tubuh Andini, meremas buah dadanya, menjepit puting susunya, dan menggunakan bahunya yang kecil buat menopang tubuhku.

Aku hampir tidak ingat apa aja yang aku kerjakan sama Andini. Andini beberapa kali meronta pada awalnya, berusaha membebaskan tangannya, berusaha berguling, berusaha mengeluarkan penisku dari vaginanya. Wajah Andini memancarkan rasa panik dan takut, dan aku terus memperkosanya sekuat tenagaku, seakan-akan itu masalah hidup dan matiku. Seaat sebelum aku mengalami orgasme aku menarik penisku keluar dan Andini langsung berusaha untuk berguling. Aku jambak rambutnya dan menariknya.
Brengsek, tidur ke lantai.

Aku tarik kepalanya sampai menempel ke lantai. Sementara dia jatuh berlutut, tapi Andini sama sekali tidak bisa mengangkat wajahnya dengan tangan masih terikat ke belakang. Kepala Andini terbenam ke lantai. Andini masih menangis dan gemetar. Aku masukkan lagi penisku ke vagina Andini tanpa kesulitan, karena penisku sudah seluruhnya dilumuri darah perawan Andini. Aku masukkan dari belakang sebelum Andini sempat meronta, aku pegangin pinggulnya sementara aku terus mendorong sekuat tenaga. Dengan pantat masih nungging ke atas aku tekan punggung Andini dengan tanganku sehingga kepala dan dada Andini makin terhimpit ke lantai, dan aku terus memperkosa dia dengan gaya seperti anjing. Dan Andini sendiri sekarang mendengking-dengking seperti anak anjing yang ketakutan. Sekarang kutarik lagi rambutnya, membuat kepala Andini terangkat.

Andini benar-benar cantik dan tak berdaya, tangannya terikat di punggung. Aku terus menyetubuhinya dengan keras dan tidak berirama, kadang brutal berhenti sedetik dan mulai lagi dengan keras, dan bergatin menekan punggungnya ke lantai lalu menarik rambutnya hingga ia mendongak lagi, sampai aku merasakan tanda-tanda ejkulasi lagi. Aku ingin sekali melepas plesternya dan memasukan penisku ke mulutnya yang mungil, tapi untung saja aku masih sadar kalau itu bisa bikin aku ketahuan, jadi aku tetap metahan penisku di liang kenikmatan Andini sedalam-dalamnya dan melepaskan ejakulasiku. Aku pegangin belahan pantat Andini dekat dengan selangkanganku waktu aku menyemburkan spermaku ke rahim Andini yang menerimanya dengan tatapan mata panik.
Oh Andini, sayangku, oh, oh..

Penisku bekerja keras memompa, berdenyut, menyemburkan sperma ke tubuh Andini, dan aku belum pernah mengeluarkan sperma sebanyak ini selama hidupku. Andini tetap diam tidak bergerak, terengah-engah. Nafasku juga terputus-putus, dan bergidik sedikit ketika aku mengejang lagi dan menyemprotkan sisa spermaku ke rahim Andini. Aku menghentak dia beberapa kali lagi, sekarang dengan penuh perasaan seperti sepasang kekasih. Andini sadar bahwa aku sudah selesai, dan menerima gerakanku yang terakhir ini masih tak bergerak, dengan kepala terbenam ke dalam karpet kamarnya yang tebal. AduQ Online

Aku tarik penisku keluar. Dan aku langsung merasa cemas lagi. Aku langsung mengenakan pakaianku, dan secara ajaib masih ingat untuk mengambil belatiku dan memikirkan sesuatu untuk aku ucapkan pada Andini.
Makasih sayang, aku berbisik lirih, dan langsung melarikan diri.

Dan biarpun aku sempat cemas ketika aku sudah dalam perjalanan ke luar kota, beberapa saat kemudian aku kembali dipenuhi hasrat baru. Aku berpikir untuk kembali dan menculik Andini serta mengajak beberapa orang temanku untuk mencicipinya

Subscribe to receive free email updates: